Ikhtisar
Buku kilasan setahun kinerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ini disusun berdasarkan pencapaian kinerja selama periode November 2015 hingga Oktober 2016. Buku ini tidak bisa menjabarkan semua hal, namun memberikan kilasan program-program prioritas Kemendikbud. Seperti tahun sebelumnya, Kilasan Kinerja Kemendikbud periode November 2015–Oktober 2016 ini disajikan dalam format yang lebih cair, tetapi tetap berpegang pada akurasi.
Pendahuluan / Prolog
Pada periode ini, tepatnya pada 27 Juli 2016, terjadi pergantian pucuk pimpinan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dari Anies Rasyid Baswedan, Ph.D kepada Prof. Dr. Muhadjir Effendy, MAP. Pada saat serah terima, Mendikbud Muhadjir berkomitmen untuk meneruskan praktik baik yang sudah dimulai pada masa Mendikbud Anies Baswedan dan akan melakukan percepatan pelaksanaan program, terutama program-program prioritas kementerian.
Buku Kilasan Kinerja Tahun Kedua ini dibagi dalam tiga tema yang disarikan dari Nawacita, yaitu Revolusi Mental, Membangun dari Pinggiran, dan Negara Hadir. Semua tema bermuara pada penjabaran implementasi Nawacita.
Revolusi Mental erat kaitannya dengan karakter, perubahan perilaku, dan sikap dari para pelaku pendidikan. Membangun dari Pinggiran direalisasikan ke dalam program-program aksi yang menarik pusat gravitasi pembangunan dari kota ke daerah-daerah garis depan. Negara Hadir merupakan wujud tanggung jawab negara dalam menyediakan layanan bagi masyarakat dan mendorong terciptanya ekosistem pendidikan yang padu.
Setidaknya ada empat program prioritas yang diamanahkan Presiden Joko Widodo untuk ditindaklanjuti Mendikbud, yaitu penguatan pendidikan karakter, revitalisasi pendidikan kejuruan, Program Indonesia Pintar (PIP), dan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, terutama di daerah khusus 3T (terdepan, tertinggal, dan terpencil).
Penguatan pendidikan karakter (PPK) merupakan wujud dari program aksi revolusi mental yang terus digiatkan pada ekosistem pendidikan. PPK tidak hanya melibatkan guru dan kepala sekolah, tetapi juga menguatkan peran orang tua dan masyarakat dalam membantu sekolah menjadi rumah kedua dan tempat belajar yang menyenangkan bagi peserta didik.
Revitalisasi pendidikan kejuruan merupakan upaya untuk meningkatkan relevansi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan dunia industri.
Selain menyasar SMK, program ini juga menyentuh program kesetaraan kejuruan melalui Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB). Keduanya diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan dan siap beradaptasi dengan dunia kerja.
PIP bertujuan untuk memastikan bahwa ketiadaan biaya tidak boleh lagi menjadi alasan anak putus sekolah. Selain menyasar anak-anak kurang beruntung yang berada di bangku sekolah, PIP juga diberikan kepada anak usia sekolah yang putus sekolah. Diharapkan, mereka bisa kembali bersekolah, baik pada satuan pendidikan formal maupun satuan pendidikan nonformal.
Sedangkan program pembangunan infrastruktur pendidikan di wilayah 3T merupakan pengejawantahan dari program “Membangun dari Pinggiran” yang terdapat dalam Nawacita. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan Indonesia yang berkeadilan.
Daftar Isi
Sampul
Redaksi
Sebuah Kilasan
Daftar Isi
Pendahuluan
Revolusi Mental
Penguatan Pendidikan Karakter Menuju Generasi Emas Beretika
Revitalisasi Pendidikan Kejuruan
Rencana Integrasi Pendidikan Kejuruan di Kemendikbud
Wajib Belajar 12 Tahun Persiapkan Generasi Masa Depan
Implementasi Kurikulum 2013
Ujian Nasional: Kejujuran Akarnya, Kualitas Buahnya
Lewat INAP, Indonesia Kejar Standar Kualitas Pendidikan Internasional
Guru Pembelajar, Guru Berprestasi
Guru Mulia Karena Karya
Sepuluh Hari Bersama Maestro
Membangun Kebudayaan, Memperkuat Karakter Bangsa
Pengenalan Lingkungan Sekolah
Semarak Gerakan Hari Pertama Sekolah
Gerakan Seniman Masuk Sekolah: Gempita Siswa Mempelajari Seni
Menggapai Mimpi Bersama Mentor
Gerakan Literasi Nasional Menuju Masyarakat Sadar Literasi
Pendidikan Keluarga Sebagai Gerakan Bersama
Mengukir Prestasi, Membangun Karakter, dan Merekatkan NKRI
Reformasi Birokrasi Internal (RBI): Menciptakan Birokrasi Efektif dan Terpercaya
Pengembangan Tata Kelola Kemendikbud Menjawab Tantangan Zaman
Uniknya Rembuk Pendidikan dan Kebudayaan 2016
Penguatan PAUD: Titik Awal Membangun Generasi Emas
Tunas Integritas sebagai Gerakan Revolusi Mental
Transaksi Nontunai dan Belanja Daring: Transparan, Aman, dan Nyaman
Membangun dari Pinggiran
Percepatan Kemajuan Pendidikan di Papua dan Papua Barat
Membangun Asa Lewat Sekolah Garis Depan
Revitalisasi LPMP: Tangan Kanan Kemendikbud di Daerah
Guru Garis DepanMengab di untuk Pendidikan di Daerah Khusus
Merawat Hubungan Pusat dan Daerah melalui Dialog dan Kerja Nyata
Negara Hadir
Neraca Pendidikan Daerah: Mencari Solusi atas Permasalahan Pendidikan di Daerah
Neraca Guru dan Tenaga Kependidikan: Potret Guru dan Tenaga Kependidikan Daerah
Pengayaan Lema Bahasa Indonesia
Memenuhi Amanat Konstitusi Lewat Program Indonesia Pintar
Pembangunan Infrastruktur untuk Pendidikan yang Lebih Baik
Golden Record: Dasar Penguatan Tata Kelola Rehab Infrastruktur Sekolah
Inovasi Teknologi dalam Pendidikan
Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia melalui Program Beasiswa
Revitalisasi Museum: Edukatif, Rekreatif, dan Komunikatif
Galeri Nasional Indonesia, “Rumah Besar” Perupa Indonesia
Promosi dan Diplomasi Budaya dan Bahasa Indonesia
Rumah Peradaban: Mengungkap, Memaknai, Mencintai
Kemendikbud Dukung Perfilman Indonesia
World Culture Forum 2016 sebagai Gerakan Kemanusiaan
Merayakan Bulan Pendidikan dan Kebudayaan 2016
DAPODIK: Satu Nusa Satu Data
Regulasi untuk Pendidikan yang Lebih Baik
Unit Layanan Terpadu: Melayani Sepenuh Hati
Daftar Akronim
Kredit Foto
Terima Kasih
Di Balik Layar
Kutipan
Salah satu jalan mewujudkan revolusi mental adalah melalui penanaman nilai-nilai di lingkungan sekolah yang menyenangkan untuk para siswa.
Tahun-tahun keemasan Indonesia sudah di depan mata. Indonesia semakin terpacu untuk berbenah dan menyiapkan diri menghadapi tantangan abad ke-21.
Salah satunya dengan mendorong peningkatan kualitas pendidikan yang menjadi salah satu faktor penting dalam membentuk generasi mendatang. Generasi yang mampu berkompetisi sekaligus berkarakter. Generasi yang membangun negeri dengan berpegang teguh pada landasan moral dan etika. Hal inilah yang mendasari Kemendikbud untuk segera mencanangkan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
Penguatan karakter bangsa merupakan salah satu butir Nawacita yang dicanangkan Presiden Joko Widodo melalui Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Komitmen ini ditindaklanjuti dengan arahan Presiden kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengutamakan dan membudayakan pendidikan karakter di dalam dunia pendidikan.
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan utama dunia pendidikan. Karakter yang terbentuk pada masyarakat akan mencerminkan pribadi bangsa Indonesia seutuhnya. Merujuk pada pandangan Ki Hajar Dewantara, pembentukan karakter ditanamkan melalui empat aspek: olah pikir, olah hati, olah rasa/karsa, dan olah raga. Berlandaskan keempat aspek pembentukan karakter tersebut, serta diintegrasikan dengan nilai-nilai yang tertuang dalam GNRM, Kemendikbud fokus pada penguatan lima nilai utama dalam implementasi PPK, yaitu religius, nasionalis, gotong royong, mandiri dan integritas.
PPK sejatinya bukanlah kebijakan baru melainkan keberlanjutan dan revitalisasi dari Gerakan Nasional Pendidikan Karakter yang telah dimulai sejak tahun 2010. Program ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai pembentukan karakter bangsa secara masif dan efektif melalui lembaga/satuan pendidikan dengan prioritas nilai-nilai tertentu yang akan menjadi fokus pembelajaran, pemahaman, pengertian, maupun praktik. Targetnya, pendidikan karakter dapat mengubah perilaku, cara berpikir, dan cara bertindak seluruh komponen bangsa menjadi lebih baik.
PPK juga diharapkan dapat menjadi solusi untuk meminimalisasi berbagai persoalan yang mengancam keutuhan bangsa di masa mendatang. Persoalanpersoalan besar seperti maraknya kelompok radikalisme-terorisme yang mengancam kebhinnekaan dan keutuhan bangsa, gerakan separatis, sampai pada perilaku kekerasan dalam lingkungan pendidikan, kejahatan seksual, tawuran pelajar, pergaulan bebas, dan narkoba.
Selain persoalan yang mengancam keutuhan dan masa depan bangsa, Indonesia juga mendapatkan tantangan dalam menghadapi persaingan di pentas global. Rendahnya indeks pembangunan manusia Indonesia mengancam daya saing bangsa.
Berbagai alasan ini menjadi dasar kuat bagi Kemendikbud untuk kembali memperkuat jati diri dan identitas bangsa. Caranya, melalui gerakan nasional pendidikan dengan meluncurkan program nasional PPK yang akan dilakukan secara menyeluruh dan sistematis, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), SD, SMP, dan SMA/ SMK.
Satuan pendidikan menjadi sarana strategis bagi pembentukan karakter bangsa karena memiliki sistem, infrastruktur, dan dukungan ekosistem pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia. Melalui sistem pendidikan, PPK diharapkan dapat terjadi secara masif, kontekstual, dan efektif.
Sudah banyak praktik baik pendidikan karakter yang dikembangkan sekolah.
Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan untuk memastikan agar proses pembudayaan nilai-nilai karakter berjalan berkesinambungan.
Pendidikan karakter membutuhkan kebijakan yang lebih komprehensif dan bertumpu pada kearifan lokal untuk menjawab tantangan zaman yang semakin kompleks. Kebijakan ini akan menjadi dasar bagi perumusan langkah-langkah yang lebih konkret agar penyemaian dan pembudayaan nilai-nilai utama pembentukan karakter bangsa dapat dilakukan secara efektif dan menyeluruh.
Mendikbud Muhadjir Effendy menjelaskan komponen penerapan PPK adalah menghargai kearifan lokal dan memberdayakan keunggulan lokal. Keterlibatan budayawan dan tokoh masyarakat sangat diharapkan sebagai wujud keterlibatan dan partisipasi masyarakat. “Jiwa gotong royong di lingkungan sekolah harus lebih ditingkatkan, sehingga sekolah dapat tumbuh dengan keunggulan masing-masing,” kata Mendikbud.
Dalam proses belajar mengajar, lanjut Mendikbud, sekolah dapat memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Melalui pemanfaatan dan pemberdayaan kembali sanggar dan taman budaya, sekolah dapat memberi warna budaya dalam proses pendidikan.
“Saya berharap sekolah yang berkarakter memiliki ciri budaya yang kuat. Kepala sekolah dan guru dapat mengambil peran dalam pelaksanaannya, serta komite sekolah dapat bergotong royong dalam membantu keberhasilan proses belajar mengajar,” ujar Mendikbud.
Persiapan matang Dalam rangka mengkaji persiapan serta pelaksanaan PPK di sekolah, Mendikbud membentuk Tim PPK yang diketuai Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Karakter Arie Budhiman.
Keanggotaan Tim PPK merupakan kolaborasi antara staf internal Kemendikbud dengan para pakar dan pegiat pendidikan. Sejauh ini, Tim PPK telah bekerja sama menyiapkan empat dokumen yang disusun sesederhana mungkin agar mudah dipahami sekolah, sehingga dapat menjadi panduan dalam menyelenggarakan program PPK. Dokumen tersebut berupa Naskah Konsep PPK, Panduan Penyelenggaraan PPK, Pedoman Monitoring dan Evaluasi, serta Modul Pelatihan Pengembangan SDM. Tim PPK juga berkolaborasi dalam penyelenggaraan kegiatan diskusi kelompok terpumpun yang dilakukan secara berkala guna mendukung proses penyusunan dan penyempurnaan dokumen PPK.
Kemendikbud mengharapkan pelibatan publik dalam proses penyusunan konsep akan membuat PPK menjadi program yang relevan dan dapat diimplementasikan di seluruh Indonesia. Untuk memperkuat hal tersebut, Kemendikbud juga melakukan berbagai tahap kajian pengembangan konsep PPK. Antara lain, dengan menggelar pertemuan bersama dua puluh sekolah di wilayah Jabodetabek yang telah mengimplementasikan pendidikan karakter dalam kegiatan belajarmengajar.
Setiap sekolah dapat berbagi pengalaman melalui praktik baik yang terjadi di sekolah masingmasing.
Dokumentasi praktik baik tersebut kemudian menjadi masukan bagi Kemendikbud dalam menyempurnakan konsep PPK.
PPK diharapkan juga dapat mendorong terciptanya suasana belajar-mengajar yang aman, nyaman, dan kondusif. Sekolah benar-benar menjadi rumah kedua bagi para siswa. Dengan sekolah sebagai rumah kedua, siswa diharapkan dapat mengisi waktunya dengan berbagai kegiatan positif dalam bimbingan dan pengawasan sekolah.
Program PPK terintegrasi dalam kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan kokurikuler.
Jam pelajaran tambahan dalam rangka penguatan pendidikan karakter juga terintegrasi dalam kegiatan ekstrakurikuler dan kokurikuler. Kegiatan dapat dilakukan di dalam dan/atau di luar sekolah selama kegiatan tersebut masih menjadi tanggung jawab sekolah, serta telah disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan siswa. Pada prinsipnya, tidak ada perubahan kurikulum dengan berjalannya program PPK. Implementasi PPK justru diharapkan dapat lebih mengefektifkan kurikulum yang saat ini berlaku.
Dalam implementasi PPK, sarana dan prasarana yang digunakan berbasis pada apa yang dimiliki sekolah. Sekolah juga dapat berkolaborasi dan bekerja sama dengan masyarakat, komunitas, maupun dunia usaha/industri setempat terkait kebutuhan sarana dan prasarana tersebut. Ketentuan jam mengajar pun akan disesuaikan, terutama yang berkaitan dengan ekuivalensi jam mengajar bagi guru yang aktif pada kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler dalam penyelenggaraan PPK.
Kemendikbud telah merintis persiapan guru untuk dapat mengajar dengan muatan pendidikan karakter dan mengupayakan pelaksanaannya secara berkesinambungan.
Kemendikbud berharap pengembangan guru melalui program PPK dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan improvisasi guru dalam mengajar.
Seyogyanya guru mencintai profesinya, sehingga ia dapat menjadi pengajar dan pendidik sekaligus yang memahami kebutuhan siswanya.
Implementasi Bertahap Implementasi PPK dilakukan secara bertahap, dengan fokus awal pada tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas satuan pendidikan. Untuk tahun 2016, Kemendikbud memilih 542 sekolah sebagai sekolah uji coba pelaksanaan PPK. Pelaksanaan uji coba dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama sebanyak 21 SD dan 21 SMP pada Oktober 2016, serta 250 SD dan 250 SMP pada November 2016 untuk tahap kedua.
Sekolah yang ditunjuk menjadi sekolah uji coba menggambarkan keterwakilan dari sisi provinsi di Indonesia, daerah pedesaan dan perkotaan, serta sekolah negeri dan swasta.
Pada tahun 2017, ada 1.626 sekolah (SD dan SMP) yang ditunjuk Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar dan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. Menyusul kemudian 3.252 sekolah (SD dan SMP) pada tahun 2018, sehingga menjelang tahun 2020 program PPK telah diterapkan secara penuh dan mandiri di seluruh Indonesia.
Keberhasilan satuan pendidikan yang menjalankan PPK diharapkan dapat menjadi teladan/inspirasi bagi satuan pendidikan lainnya.
Dalam rangka persiapan implementasi PPK tahap awal, pada 27-30 September 2016, Kemendikbud mengundang empat unsur pendidikan untuk mengikuti kegiatan sosialisasi dan pelatihan PPK. Keempat unsur tersebut adalah kepala sekolah, guru, pengawas sekolah, dan komite sekolah. Kegiatan ini dibuka Mendikbud serta dihadiri Dinas Pendidikan dari kabupaten sekolah uji coba. Kemendikbud mengharapkan kegiatan ini juga dapat mendorong keempat unsur pendidikan bisa bekerja sama dalam mengimplementasikan PPK di sekolah.
Bangsa besar adalah bangsa yang memiliki karakter kuat.
Karakter kuat hanya dapat tumbuh dan berkembang lewat proses pendidikan yang menyenangkan, serta lingkungan keluarga dan masyarakat yang teguh memegang nilai-nilai dalam seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Anak-anak Indonesia harus memiliki karakter kokoh agar dapat menjawab berbagai tantangan abad ke-21 ini. Lewat kerja sama seluruh pihak, program PPK diharapkan dapat mewujudkan generasi emas beretika.
SMP Negeri Bime Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua ini merupakan salah satu wujud komitmen Pemerintah untuk melayani mereka yang berada di pelosok negeri. Provinsi Papua dan Papua Barat merupakan bagian penting dalam upaya mewujudkan paradigma pendidikan nasional.
Dengan kondisi geografis menantang serta ragam bahasa dan budaya yang kaya, Papua dan Papua Barat memunculkan tantangan spesifik dan berbeda. Keduanya memiliki derajat kompleksitas lebih dibandingkan daerah-daerah lain.
Pemerintah pusat saat ini berupaya keras mewujudkan pemerataan pembangunan. Salah satu kebijakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015–2019 adalah memantapkan pembangunan secara menyeluruh. Konsep pembangunan menyeluruh menekankan kepada pembangunan keunggulan kompetitif, pembangunan berbasis sumber daya alam tersedia, sumber daya manusia berkualitas, serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam konteks pendidikan nasional, arah pembangunan jangka menengah diterjemahkan ke dalam enam paradigma: pendidikan untuk semua, pendidikan sepanjang hayat, pendidikan sebagai suatu gerakan, pendidikan menghasilkan pembelajar, pendidikan membentuk karakter, sekolah yang menyenangkan, dan pendidikan yang membangun kebudayaan.
Kembali ke Papua dan Papua Barat, berbagai indikator pendidikan menunjukkan masih banyak upaya yang harus dilakukan untuk mempercepat kemajuan pendidikan di wilayah paling timur Indonesia tersebut. Papua dan Papua Barat mendapat perhatian khusus dari Kemendikbud dalam beberapa aspek: peningkatan akses, mutu dan relevansi, serta tatakelola pendidikan. Arah kebijakan yang diambil adalah memastikan ketersediaan dan keterjangkauan, peningkatan mutu guru, sarana prasarana, relevansi pendidikan secara berkelanjutan dan memastikan pengelolaan sumber daya secara efisien, efektif, transparan, dan akuntabel.
Tantangan Akses dan Mutu 1) Akses Kondisi alam yang sulit dan terbatasnya infrastruktur ditengarai menjadi salah satu penyebab masih rendahnya capaian Angka Partisipasi Kasar (APK) di Papua. Penduduk yang tinggal di pemukiman terisolir merupakan kelompok masyarakat yang paling sulit mengakses pelayanan pendidikan. Jika dilihat dari indikator APK di Papua dan Papua Barat, terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara Papua dan Papua Barat. Capaian APK di Papua Barat lebih baik dibandingkan Papua. Pada tingkat SD dan SMP, APK Papua Barat bahkan lebih tinggi daripada rata-rata nasional.
Sedangkan capaian APK Papua masih jauh berada di bawah ratarata nasional.
2) Mutu Jika berbicara tentang mutu, fondasi utamanya adalah kualitas guru atau pengajar. Selain distribusi guru yang terbatas dan tidak merata, kualitas guru yang ada pun masih jauh dari cukup. Hasil Ujian Kompetensi Guru (UKG) Papua dan Papua Barat masih jauh berada di bawah rata-rata nasional. Pada tahun 2015, rata-rata nilai UKG Papua dan Papua Barat, masingmasing 49.47 dan 49.09. Sebanyak 44% guru SD belum bersertifikasi dan berijazah S1.Papua dan Papua Barat juga masih terkendala tingginya tingkat ketidakhadiran guru di kelas (sekitar 10,9%).
Hal ini dipengaruhi berbagai macam faktor, seperti rendahnya pengawasan kinerja guru oleh kepala sekolah dan pengawas, serta ketiadaan fasilitas transportasi yang memungkinkan perpindahan orang dalam waktu singkat.
Kemendikbud menyadari peningkatan mutu pendidikan baik di pusat maupun daerah memerlukan dukungan semua pihak terkait.
Pihak-pihak terkait ini diharapkan bersama-sama berkontribusi penuh dalam memberikan solusi atas berbagai persoalan pendidikan. Tujuannya demi mewujudkan pendidikan bermutu, terjangkau, dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan di daerah akan berjalan efektif dan maksimal apabila memiliki korelasi dengan jenis dan derajat permasalahan pendidikan di daerah terkait.
Berdasarkan pemikiran tersebut, Kemendikbud berinisiatif untuk menerbitkan Neraca Pendidikan Daerah (NPD). NPD dirancang sebagai sajian data dan informasi tentang kondisi dan pencapaian pendidikan di suatu daerah. Pencapaian pendidikan sebagaimana tercantum pada NPD, diharapkan dapat menjadi cermin untuk melihat kondisi pendidikan di daerah masing-masing.
Seperti neraca-neraca pada umumnya, NPD dapat menunjukkan posisi keseimbangan antara input dan output yang dicapai di bidang pendidikan.
NPD dibuat dengan perspektif menyajikan cara pandang yang lebih transparan dan akuntabel terhadap profil dan kondisi pendidikan di provinsi/kabupaten/ kota. Semua informasi yang dicantumkan dalam NPD didesain sedemikian rupa sehingga dapat memberikan gambaran utuh bagi pembaca tentang kondisi pendidikan di suatu daerah dalam satu halaman.
Selain dimaksudkan sebagai media diskusi untuk mencari permasalahan dan alternatif solusinya, DKT juga diniatkan untuk membagi dan menyebarkan praktik baik pendidikan yang sudah dilakukan oleh suatu daerah tertentu. Dengan terbitnya NPD dan terselenggaranya DKT, diharapkan masyarakat dapat terus berpartisipasi dan berkolaborasi untuk ikut terlibat dalam proses peningkatan dan pengembangan mutu pendidikan di daerahnya masing-masing.
Sampai saat ini, penyelenggaraan DKT sudah dilaksanakan di 10 provinsi, yaitu Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Banten, Aceh, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Papua Barat, Sumatera Barat, Riau, dan Kalimantan Barat. Selama penyelenggaraan DKT tersebut, topik tentang anggaran dan ketunaaksaraan hampir selalu menjadi topik yang memancing antusiasme tinggi untuk dibahas dan didiskusikan.
Berbagai topik hasil diskusi menjadi masukan yang sangat berharga bagi Kemendikbud untuk penyusunan NPD tahun berikutnya.
Sebagai bagian dari akuntabilitas, laporan penyelenggaraan DKT ini disampaikan kepada Anggota Komisi X DPR RI yang berasal dari Daerah Pemilihan yang bersangkutan, Gubernur/Bupati/ Walikota, dan Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/ Kota.
Sebagai tindak lanjut dari penyusunan NPD dan penyelengaraan DKT ini, Kemendikbud akan melakukan penyusunan dan penerbitan Neraca Guru dan Tenaga Kependidikan, Neraca Pendidikan Daerah Tahun 2016 dan Pelatihan untuk Pelatih (Training of Trainer/ToT) untuk penyelnggaraan DKT di Kabupaten/ Kota.
Tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan bukan hanya merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, namun juga merupakan tanggung jawab pemerintah daerah dan masyarakat.
Maka NPD dan DKT ini merupakan salah satu terobosan Kemendikbud yang, harapannya, akan berujung pada terselenggaranya peningkatan mutu dan akses pendidikan secara nasional.
Kaitannya dengan NPD, Mendikbud mengatakan, “NPD diharapkan bisa menjadi acuan prioritas pembangunan pendidikan bagi Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/Kota di daerah masing-masing. Kolaborasi pengembangan pembangunan pendidikan antara pemerintah pusat dan pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota akan berujung pada terselenggaranya peningkatan mutu dan akses pendidikan secara nasional."